Jogjakarta
Kalau lukisanmu itu memang benar nyata, aku berani bertaruh
untuk semua yang kualami sekarang juga sebuah kenyataan. Untuk semua cinta,
kasih sayang, kepedulian dan pengertian yang selalu datang bertubi-tubi.
Mengajarkanku tentang sisi yang lain, tentang cinta yang lebih berlogika, tentang
kebersamaan yang lebih tercium aromanya dan...tentang kamu yang entah bagaimana
bisa berdiri tegak di sampingku.
Jogjakarta
Kalau nyanyianmu sungguh merdu adanya, aku berani berikrar bahwa
suara-suara di dalam dadaku ini lebih nyaring terdengar daripada protokoler di
upacara senin pagi. Setidaknya untuk waktuku di pagi hari dan sebelum tidur
bahkan untuk siang yang lebih meraja, suara itu terdengar semakin menderu
buncah. Bahagia? Ah, jika saja ada kata-kata lain yang lebih dapat membuatnya
jelas.. Aku padamu.
Jogjakarta
Kalau keindahanmu benar hingar tanpa jejak di setiap ingatan,
aku berani membuktikan bahwa dampak kebaikan adalah kasih sayang yang abadi.
Bahwa luapan rindu adalah bentuk nyata sabda sang kekasih yang tak butuh tanya
untuk alasan. Kita bertatap untuk hidup, kita mengayuh untuk bertahan. Kita
adalah pemaklum sejati.
Jogjakarta
Kalau manismu memang punya kepekatan yang terdengar hingga ujung
dunia sana, aku berani bermimpi bahwa ini akan menjadi hadiah Tuhan. Walau terasa
terlalu bagus, tapi terimakasih banyak.
Jogjakarta
Kalau buaianmu terdengar meng-utopia pekat selalu, aku berani
berucap bahwa jika nanti sakitnya hadir aku tidak akan pergi. Jika pada ruang
masa depan nanti, kita bercerai, aku masih punya kenangan yang katanya bisa
dipelajari. Takut. Itu alamiah untuk kita bukan? Kita adalah pencari rahmat
Tuhan dan para penyempurna agama. Kita bernasib. Meluruh ilusi untuk sebuah
pendewasaan. Bermukim saja dan renungkan.
Jogjakarta
Bagaimana ini?? Kalau yang telah kujabarkan itu sedang
berspekulasi dan merajuk. Aku ini makhluk dan semua memang baru awal saja. Sahabat
baik pernah bilang bahwa ini harus dinikmati. Baik, aku menurut untuk mencoba.
Jogjakarta
Aku padanya...